Orang Beruntung atau Orang Pintar?

12 04 2011

Banyak yang beranggapan dan berpendapat “wong pinter kalah karo wong bejo”, yang artinya orang pintar kalah sama orang yang beruntung. Setujukah anda dengan pendapat tersebut?

Jujur, kalau saya sangat tidak setuju dengan pendapat itu. Kenapa? Memang, dalam suatu kesempatan orang yang beruntung bisa mengalahkan orang pintar dalam segala hal. Tapi, apakah setiap orang atau individu akan selamanya beruntung? Apakah keberuntungan itu selalu berpihak sama “wong bejo” itu? Tidak kan?

Beda dengan orang pintar, dia memang bisa dikalahkan dengan “wong bejo” pada suatu kesempatan. Tapi mereka dengan kepintarannya bisa berusaha sesuatu yang tentunya bisa mendatangkan peluang. Dimana peluang itu akan muncul karena kepintarannya ataupun yang datang dari keberuntungannya. Ingat, orang pintar bisa menjadi orang yang beruntung. Tapi sebaliknya, orang beruntung tidak selamanya adalah orang pintar.

Jadi masih beranggapan “wong pinter kalah karo wong bejo”? Tapi bagaimanapun terserah anda yang menilai. Akan lebih baik jika orang pintar yang beruntung 🙂





Stop menghujat jika kamu tak bertindak!

10 01 2011

Saya suka dengan kutipan di salah satu lagu Pandji Pragiwaksono.

“Lo ga berhak mengeluh Indonesia adalah  negara yang miskin kalau lo ga pernah melakukan apapun untuk menghapus angka kemiskinan.
Lo ga berhak mengeluh Indonesia adalah negara yang terbelakang kalo lo ga pernah memajukan Indonesia”.

Kata-kata itu sangat menyentuh untuk kita sebagai bangsa Indonesia. Karena, banyak sekali diantara kita yang sering mengeluh dengan apa yang ada di Indonesia. Dengan segala keburukannya dikeluhan oleh banyak orang. Tapi mereka hanyalah mengeluh, menghujat, dan menyalahkan pemerintah. Oke, anda boleh menghujat itu asalkan anda bisa berbuat sesuatu untuk Indonesia. Kalau hanya menghujat dan menyalahkan pemerintah tak ubahnya anda adalah seorang pecundang yang hanya terima enak saja. Kalaupun memang tidak bisa berbuat apa-apa, ya sudahlah terima apa yang ada di negeri ini. Bukan berarti pasrah dengan keadaan, tapi itu lebih baik ketimbang hanya menyalahkan tanpa memberi penyelesaian.





Hukum Indonesia di mata saya

6 01 2011

Saya bukan termasuk orang yang selalu mengikuti berita2 politik, hukum, dan keamanan baik di dalam negeri ataupun luar negeri. Hanya sekedar tau ada masalah apa, meributkan masalah apa, dan apa yang sedang hangat derbincangkan.

Belakangan berita hukum menjadi sorotan publik. Ibarat tayangan sepakbola, berita hukum sekarang ini sudah menjadi santapan semua golongan. Dari pejabat berjas sampai tukang becak berkaos belel (maaf bukan bermaksud merendahkan tukang becak, hanya sekedar kiasan saja). Ya, tidak lain dan tidak bukan karena masalah korupsi di sana sini. Dari tingkat lurah sampai pejabat setingkat menteri.

Melihat fenomena seperti itu pastinya sangat buruk bagi Indonesia tercinta kita ini. Tapi di lain sisi masyarakat kelas bawahpun semakin pintar dan semakin tau hukum. Setidaknya istilah-istilah dalam ilmu hukum lah… Saya, sebagai salah seorang dan segelintir dari jutaan masyarakat Indonesia melihatnya dari sudut pandang berbeda. Sejauh yang saya tahu, fungsi dari lembaga hukum adalah untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Tapi sekarang saya melihatnya hukum di Indonesia seolah-olah menjadi seperti bola yang dilempar dari satu pemain ke pemain lainnya. Yang seharusnya menegakkan kebenaran menjadi saling lempar kesalahan. Satu terdakwa menjadi tersangka, tersangka tersebut mengadukan saksinya, saksi tersebut akhirnya menjadi tersangka juga. Dan tersangka pertama menjadi aktif mencari kesalahan tersangka kedua, dan seterusnya. Apakah hal seperti itu wajar dalam dunia hukum? Jujur saja saya bukan orang hukum yang tau tentang seluk beluk hukum. Tapi sebagai seorang awam melihat kondisi semacam itu kok rasanya menjadi tidak efektif. Tapi apapun itu, saya tetap yakin dan optimis bahwa dibalik itu semua mereka-mereka yang lebih pintar yang bisa menjalankan roda hukum di Indonesia menjadi lebih baik lagi.

Sekali lagi, ini hanya sebatas opini publik dari seorang awam yang hanya menilai secara subjektif dari pengamatan sekilas mata. Tidak ada maksud menyinggung pihak-pihak tertentu, apalagi menjelek-jelekkan lembaga hukum di negeri kita tercinta ini. Dan kalaupun ada yang merasa tersinggung saya hanya bisa berucap maaf.





Apakah esensi berwisata menurut Anda?

5 01 2011

Apa sih esensi dari berwisata menurut kalian? Sebenarnya banyak hal yang tidak begitu penting tetapi bila ditinjau lagi lebih dalam berwisata tidak hanya sekedar datang ke suatu tempat untuk merefreshkan pikiran. Pertama, dari segi namanya sendiri. Paling gampang dan biasa orang menyebut adalah liburan. Kadang saya berpikir liburan berarti saat dimana kita sedang tidak melakukan aktifitas sekolah ataupun kerja karena libur dari instansi atau sekolahnya secara serempak. Namun, saya sering menjumpai kata-kata itu digunakan saat berwisata tapi dengan mengambil ijin atau cuti kerja. Masih tepatkah itu disebut liburan? Piknik, istilah ini juga biasa digunakan untuk berwisata. Tapi piknik biasanya dipakai untuk rombongan suatu grup (sekolah atau perkantoran). Atau biasa juga dipakai oleh satu keluarga yang mengadakan perjalanan wisata ke suatu tempat. Kalau saya sendiri lebih senang menggunakan istilah trip atau ngetrip. Ya, bukannya tidak ada alasan. Menurut saya kata trip bisa diartikan juga sebagai perjalanan. Kedua, dari segi style atau gaya berwisata kita. Yang dimaksud style disini bukan style berpakaian saat berwisata. Maksudnya adalah style berwisata yang beragam. Traveling, ini biasanya digunakan untuk gaya berwisata untuk orang-orang berduit. Biasanya mereka lebih senang menggunakan jasa tour and travel yang sudah diarrange rapi dan terjadwal. Sebutan untuk orangnya adalah traveler atau ada juga yang menyebutnya turis koper. Backpacking, ini sebutan untuk turis atau wisatawan ransel. Dengan modal berwisata yang pas-pasan, style backpacking lebih cenderung berwisata independent. Dimana segala perjalanan wisatanya diurus sendiri. Sebutan untuk orangnya adalah backpacker. Backpacking atau backapcker sendiri masih dikelompokkan menjadi beberapa tipe lagi. Kalau saya pastinya dengan style backpacking. Tapi, kedua style itu memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Dan yang ketiga, yang merupakan inti dari sebuah perjalanan wisata. Apakah esensi atau tujuan berwisata? Apakah hanya sekedar datang dan tau tempat wisata yang pernah dilihatnya di televisi. Apakah hanya untuk foto-foto untuk dipamerkan di situs jejaring sosial. Apakah untuk merefreshkan otak karena kepenatan dalam rutinitas sehari-hari. Atau apakah untuk sebuah pembelajaran dari tempat yang dikunjungi yang belum tentu kita dapatkan dari pelajaran di sekolah atau di buku sekalipun. Kalau saya pribadi setiap melakukan perjalanan wisata (atau ngetrip dalam istilah yang saya pakai) mempunyai tujuan untuk mengetahui tempat-tempat baru yang ada di bumi ini sekaligus keunikan budaya setempat. Kemudian selain itu juga untuk merefreshkan diri dari kejenuhan rutinitas. Oleh sebabnya saya senang tiap ngetrip bisa melakukan aktifitas yang langsung berhubungam dengan alam. Jadi tidak sekedar datang dan diam menikmati suguhan alam (kecuali kalau memang potensi wisatanya berupa pemandangan). Atau kalau berkunjung ke tempat-tempat budaya saya mengambil pelajaran dari apa yang ada di lokasi tersebut. Berinteraksi dengan penduduk lokal adalah salah satu bentuk pembelajaran. Ya, belajar bersosialisasi dan juga belajar tentang sejarah maupun adat masyarakat setempat.

Seperti itulah gambaran tentang berwisata menurut saya. Simple dan bahkan mungkin sudah umum. Tapi apakah anda terpikirkan sampai kesana? Dan bagaimana esensi berwisata menurut anda?

Tapi, apapun itu bentuknya jadilah seorang wisatawan yang bijak. Tau akan aturan, tau apa yang harusnya dilakukan, dan tau untuk tidak merusak apa yang telah Tuhan berikan kepada kita.





Berkaca dari ketidaksukaan orang lain

5 01 2011

Tidak semua orang menyukai kita. Wajar kalau beberapa dari mereka tidak suka atau bahkan membenci kita. Itu salah satu sifat dasar manusia, tidak ada yang sempurna. Bukan berarti ketidaksukaan mereka terhadap kita menjadi sebuah perkara besar untuk hidup kita. Justru dengan adanya itu kita bisa melihat diri kita untuk introspeksi diri, untuk membenahi diri, dan untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Berkaca pada perbuatan kita, rubahlah apa yang harus dan sebaiknya kita rubah tersebut. Yang pasti perubahan untuk menjadi lebih baik.